08 September 2008

Audit Energi ; Program tidak Prioritas ?


Harga minyak dunia pada telah melampaui level US$ 115 per barel meski akhirnya ditutup di posisi 114,93 per barel (www.detik.com diunduh 17 April 2008). Rekor-rekor baru akan terus terjadi pada harga minyak dunia, hal ini disebabkan oleh tinggginya permintaan dan turunnya persediaan minyak dunia di pasar global.
Pemerintah Indonesia merasakan dampak dari naiknya harga komoditas energi ini. Pengeluaran untuk subsidi minyak semakin bertambah seiring dengan tingginya harga minyak dunia. Akibatnya pemerintah mengambil langkah pengamanan APBN-P 2008 dengan memangkas sejumlah 15 persen untuk beberapa program utama dari departemen serta instansi pemerintah.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam pengusahaan energi murah dan bersubsidi rendah. Salah satu contoh usaha pemerintah dengan berusaha mengkonversi penggunaan sekitar 5,2 juta kilo liter minyak tanah kepada penggunaan 3,5 juta ton LPG hingga tahun 2010 mendatang.
Audit Energi bukan Prioritas Pemerintah
Salah satu upaya untuk mengurangi konsumsi energi selain eksplorasi adalah program penghematan penggunaan energi. Dengan penghematan dapat dikurangi resiko konsumsi energi secara berlebihan dan menekan inefisiensi energi di berbagai bidang. Program penghematan ini sebenarnya akan dijalankan oleh pemerintah berupa program audit energi.
Audit energi merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi pemakaian energi oleh konsumen dengan tujuan menganalisis potensi penghematan selanjutnya digunakan untuk memberikan rekomendasi cara terbaik untuk mengurangi penggunaan energi. Sehingga nantinya, dapat mengurangi biaya-biaya yang harus ditanggung oleh konsumen, misal untuk bangunan komersial, kantor pemerintah.
Rencana pemerintah untuk menggalakkan penghematan energi listrik melalui audit energi tahun ini batal dilaksanakan. Dirjen Listrik dan Penghematan Energi departemen ESDM, J. Purwono mengatakan program audit energi terkendala anggaran. Penundaan penggalakan peghematan energi dianggap bukan prioritas akibat pemangkasian 15 persen anggaran departemen.
Program audit energi terkendala anggaran. Padahal dampak dari program ini dapat menghemat 30 persen dari penggunaan energi, hal ini diakui oleh J.Purwono. Angka 30 persen cukup besar dalam rangka penghemetan energi yang dampaknya pengurangan konsumsi energi. Perlu dipertanyakan sebesar anggaran yang dikeluarkan, jika dampak akibat program ini dapat menghemat 30 persen dari pengeluaran negara dalam penggunaan energi.
Disisi lain, program serupa pernah dilakukan pemerintah sejak 2003-2006 melalui program Conversational Partnership. Dengan konsep yang hampir sama, namun kelanjutan program tersebut belum jelas. Apakah program kedepan akan mengalami hal yang sama jika dilaksanan, tanpa kelanjutan hanya sekedar memenuhi program kerja departemen ESDM.
Menghemat bukan hal yang mudah jikalau budaya boros tetap ada di diri departemen atau instansi pemerintah. Kebutuhan energi listrik kian besar mengingat pembangunan kian berkembang di berbagai sektor. Jika pemerintah tidak secepatnya melakukan usaha menekan pemborosan energi justru akan membuat pemerintah bangkrut akibat membayar subsidi lebih bayak untuk energi.
Sudah saatnya, program audit energi digalakkan. Mulai dari hal-hal disekitar, seperti untuk bangunan komersial misalnya, sudah diberikan tiga petunjuk, yakni mengatur suhu alat pendingin ruangan minimal 25 derajat celsius, mengatur pencahayaan listrik ruangan maksimal 15 watt per meter persegi, dan mengurangi jam operasi peralatan, seperti mesin pendingin maupun lift.
Penghematan sekecil apapun yang kita lakukan mampu mengurangi konsumsi energi bangsa ini. Budaya hemat harus dipupuk dari hal-hal yang kecil hingga kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Karena generasi mendatang juga berhak menikmati energi.

Tidak ada komentar: